Inverter DC to DC
Inverter DC ke DC atau DC to DC Inverter adalah rangkaian elektronik yang berfungsi untuk menghasilkan tegangan DC (searah) dari tegangan DC. Misalnya, mengubah tegangan DC +12 V menjadi tegangan DC +18 Volt agar dapat digunakan untuk memberikan catu daya untuk perangkat yang membutuhkan tegangan DC +18 Volt atau yang lebih tinggi dari itu, seperti power Amplifier dan lain sebagainya. Dalam artikel ini akan dibahas Inverter DC to DC dengan Output Tunggal, Inverter DC to DC dengan Output Ganda, dan juga Inverter DC to DC dengan output Ganda Simetris yang akan menghasilkan tegangan DC positif dan negatif.
Prinsip Inverter DC to DC
Inverter DC to DC dengan output tunggal pada dasarnya mirip seperti Inverter DC to AC tetapi ada tambahan rangkaian penyearah tunggal di bagian outputnya.
Inverter ini memiliki bagain utama sebuah transformator step-up atau penaik tegangan.
Berbeda dengan Converter DC to AC di artikel sebelumnya, maka untuk Inverter DC to DC yang hanya untuk menghasilkan tegangan DC +32 Volt, kita tidak perlu menggunakan kumparan tegangan tinggi (220V), tetapi hanya menggunakan bagian kumparan dengan CT (Center Tap) dengan terminal-terminal CT, 12 V dan 32 V, dimana kumparan ini akan berfungsi sebagai kumparan primer.
Maka, kumparan primer ini menggunakan kawat lilitan dengan diameter cukup besar untuk dilalui arus dari akumulator yang besarnya relatif besar, dalam kisaran ampere, tergantung besarnya daya yang direncanakan.
Bagian lainnya adalah Osilator dan rangkaian saklar elektronik.
Sebagai osilator, kita akan menggunakan IC NE555 sedangkan untuk rangkaian saklar elektroniknya digunakan komponen transistor jenis MOSFET type IRFZ44. Ini adalah MOSFET kanal P.
NE555 Sebagai Oscillator Monostable
Gambar 1: IC NE555 sebagai Oscillator Astabil
IC Timer NE555 dihubungkan merupakan rangkaian Multivibrator Astabil dasar yang menghasilkan bentuk gelombang persegi keluaran kontinu. Pin (2) dan (6) dihubungkan bersama sehingga akan memicu kembali dirinya sendiri pada setiap siklus waktu, sehingga berfungsi sebagai osilator Astabil. Kapasitor, C1 mengisi melalui resistor R1 dan resistor R2 tetapi pelepasan hanya melalui resistor R2 karena sisi lain dari R2 terhubung ke terminal pelepasan, pin (7). Pada gambar juga dicantumkan rumus untuk menentukan frekuensi kerja Oscillator.
Untuk periode waktu t1 dan t2 diberikan sebagai berikut:
Pada rangkaian berikut ini sebagai resistor penentu frekuensinya bukan berlabel R1 dan R2, tetapi R2 dan R3, sehingga rumusnya harus disesuaikan.
Rangkaian Inverter DC to DC dengan Output Tunggal
Gambar 2: Rangkaian Inverter DC to DC dengan Output Tunggal
Rangkaian di Gambar 2, sebagai Oscillator adalah IC NE555, yang akan menghasilkan gelombang persegi. Frekuensi yang dihasilkan, ditentukan oleh nilai R2, R3 dan C1, sebagai berikut:
Sedangkan periode t1, t2 dan T menjadi sebagai berikut:
Dengan nilai R2 = 1k dan R3 = 33k maka frekuensi yang dihasilkan menjadi:
Fo = 1,44/((R2 + 2R3)C1) = 1,44/((1k+2x33k)1nF)
Fo = 1,44/(67k x 1nF) = 1,44/(67x103x10-9)
Fo = 1,44/67x10-6) = (1,44x106)/67 = 21.492 Hz
Sinyal keluaran IC NE555 yang diambil dari kaki nomor (3) IC, berupa gelombang persegi berfrekuensi 21,49 kHz, ini kemudian digunakan untuk memberi bias tegangan kepada Gate MOSFET yang merupakan P-MOSFET. Sifat P-MOSFET adalah kebalikan dari N-MOSFET, yakni, arus Drain akan semakin besar jika kaki Gate diberi tegangan yang semakin negatif. Dan sebaliknya, arus Drain akan semakin kecil apabila tegangan di Gatenya semakin positif.
Demikianlah, MOSFET akan ON jika sinyal di Gatenya negatif, dan OFF bila sinyal Gate positif. Dengan dikendalikan oleh pulsa dari IC NE555 dengan frekuensi 21,49 kHz itu, maka MOSFET akan ON dan OFF dengan frekuensi 21,49 kHz.
Sebagai beban MOSFET adalah transformator TR1 dengan inti ferit yang akan bekerja secara optimal pada frekuensi ultrasonic itu. Kumparan yang digunakan hanya kumparan tegangan rendah, yakni 12V, CT dan 12V. Terminal CT disambungkan kepada kaki Drain MOSFET, salah satu terminal 12V dihubungkan dengan ground (negatif catu daya), sedangkan terminal 12V lainnya sebagai output, yang akan disambungkan dengan diode D1 sebagai diode penyearah.
Settingan untuk transformator sebagai berikut:
Gambar 3: Setelan untuk transformator pada simulator Proteus.
Pemilihan nilai induktansi 10mH pada transformator disesuaikan dengan frekuensi kerja Oscillator. Semakin tinggi frekuensi, maka nilai induktansi transformator semakin kecil, tetapi harus diperhitungkan juga kemampuan inti trafonya.
Dengan dihubungkannnya terminal CT ke Drain MOSFET dan Ground ke salah satu terminal 12V trafo, maka tegangan puncak antara Ground-Drain maksimal adalah sebesar VDD atau sebesar 12V, dan secara otomatis tegangan antara terminal 12V ke terminal 12V lainnya besarnya menjadi dua kali lipat, atau sebesar 24V puncak (maksimal). Tegangan inilah yang menjadi output AC.
Tegangan sebesar 24V puncak tersebut kemudian disearahkan oleh D1 sebagai diode penyearah.
Berikut tampilan Osiloskop dan DC Voltmeter saat rangkaian dihidupkan:
Gambar 4: Simulasi hasil pengukuran
Kita perhatikan tampilan osiloskop. Sinyal warna biru menampilkan sinyal output, gelombang persegi dari IC 555. Sinyal diukur pada kaki pin (3) IC. Sinyal berwarna kuning adalah tampilan sinyal di CT trafo, atau di kaki Drain dari MOSFET. Sedangkan sinyal warna merah merupakan bentuk sinyal output yang akan disearahkan oleh D1 sehingga menjadi tegangan searah atau DC (Direct Current).
Nampak jelas bahwa tinggi tegangan output (yang akan disearahkan oleh diode D1) sebesar dua kali lipat tegangan pada kaki CT atau pada kaki Drain MOSFET.
Untuk menghasilkan tegangan output yang lebih tinggi, maka output diambil dari percabangan trafo yang bertegangan lebih tinggi, misalnya 32V, tetapi harus berseberangan terhadap terminal 12V yang dihubungkan ke Ground.
(Bersambung)
Comments
Post a Comment